Program sertifikasi guru di Sumatera Utara mengalami gangguan. Sudah hampir enam bulan berjalan namun tunjangan profesi guru di Medan tak juga dicairkan. Namun beberapa kabupaten kota yang lain, ada yang sudah mendapat, tapi tidak keseluruhan. Pokoknya pencairan dana sertifikasi sekarang semakin tak karuan. Ada yang dapat, ada yang tidak dapat. Bagi guru yang belum cair sekedar gigit jari bercampur heran, dan terkesan dipermalukan.
Berita berkembang, bagi guru yang tak cair, karena jumlah jam mengajar yang bermasalah. Tapi tak jelas, apakah karena kurang jumlah jam atau melampirkan jam bukan bidang studi yang dipegang guru. Atau ada sebab lain, tak taulah. Pokoknya tak cair. Mereka merasa menerima perlakuan penzaliman.
Kenapa merasa dizalimi? karena sang guru merasa tak salah. Mereka telah berusaha dengan maksimal memenuhi persyaratan yang diminta. Tentang jumlah jam mengajar tak mencukupi 24 jam, sudah diupayakan dengan mencari tambahan dari sekolah lain. Artinya mereka telah memenuhi syarat yang diemban. Namun untuk tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, ternyata dana tak cair.
Penyebab tak cair menjadi fitnah yang bertebaran tak tentu arah. Karena tak pernah disosialisasikan penyebabnya. Sepertinya ini tindakan sepihak oleh sang penguasa. Sang guru sekedar menerima hukuman. Fakta ini memberikan gambaran bahwa dunia pendidikan memberikan pengajaran yang tak dapat digugu dan ditiru.
Seharusnya permasalahan ini dibuat terang benderang, apakah tentang jumlah jam mengajar yang kurang, tentang bidang studi yang diajarkan tak sesuai ijazah atau ada masalah lain yang mengganjal, mohon disosialisasikan, jangan biarkan guru resah.
Menyikapi persoalan ini, sebaiknya dinas pendidikan memberikan solusi yang mendidik. Jangan bertindak menzalimi. Karena jika dicari akar permasalahannya, maka kekurangan jumlah jam mengajar ini bukan kesalahan guru semata. Karena pada dasarnya semua guru mau mengajar 24 jam, tapi yang diberi hanya 12 jam. Hal ini karena jumlah guru pada suatu sekolah sangat banyak, terpaksa jam pelajaran dibagi-bagi.
Lalu, kenapa guru disatu sekolah menumpuk? Sampai disini masalahnya jadi berbau kolusi, karena banyak pihak yang berkepentingan. Mungkin ulah guru malas mengajar di desa atau guru ikut suami ke kota, atau karena permintaan lain. Yang jelas pesanan kolusi ini dianulir pihak dinas pendidikan. Akibatnya, jumlah guru diberbagai kabupaten kota tak sesuai kuota. Intinya permasalahan ini disebabkan karena kurang tegasnya dinas pendidikan.
Jika tidak cairnya dana sertifikasi ini karena tersandung jumlah jam mengajar, maka hendaknya dinas pendidikan lebih berkeadilan. Jangan ada anak kandung, anak tiri. Jangan bersikap bagaikan membelah bambu, sebelah diangkat, yang sebelahlagi dipijak, jangan ada yang dapat dan ada yang tidak. Hal ini dapat menimbulkan kecemburuan sosial, yang berkorelasi terhadap kinerja guru diberbagai kabupaten kota tak sesuai kuota. Intinya permasalahan ini disebabkan karena kurang tegasnya dinas pendidikan.
Melihat berbagai problem tersebut, maka kami berharap kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sumatera Utara, agar dapat menyerap aspirasi guru tersebut. Agar meninjau ulang peraturan jumlah jam mengajar minimal buat setiap guru. Jangan dibebankan 24 jam, tapi tetapkan 16-18 jam saja. Jumlah ini akan lebih sederhana guna mendapatkan sertifikasi tersebut. Karena dana sertifikasi ini sangat membantu kinerja guru dalam pencerdasan anak bangsa. Semoga...
Nada Sukri Pane
Hamparan Perak