oleh : Dr Sjahril Effendy P,Drs, MSi, MA, MPsi, MH
Ketua Prodi Magister
Manajemen PPs-UMSU, Dosen Magister
Psikolog PPs-MMA
foto by Google |
Romantisme
bahwa “tanah kita tanah surga” tetap akan menjadi mitos tanpa adanya
upaya peningkatan daya saing sumber daya manusia yang benar-benar dapat
menjadikan “tongkat kayu dan batu jadi tanaman”.
Untuk
ini, para meritokrat, masyarakat perguruan tinggi, yang menjunjung
tinggi integritas dan keunggulan intelektual perlu terus berinovasi,
mencanangkan peningkatan daya saing dengan menghasilkan sumber daya
manusia dan karya akademik yang unggul agar mampu bersaing dipasar
global (Ilza Mayuni, 2012).
Peran PTN / PTS
Dari
tiga ribu lebih perguruan tinggi di Indonesia (PTN/PTS), dapat dihitung
dengan jari yang memiliki akreditasi A ataupun akreditasi unggulan
serta berstandar international. Kapasitas institusi dan efektivitas
pendidikan merupakan hal penting terhadap model akreditasi perguruan
tinggi. Ada dua akreditasi untuk program studi dan institusi,
sebagaimana diatur dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.
Model
akreditasi institusi perguruan tinggi meliputi penilaian terhadap
eligibilitas, integritas, visi, misi, tujuan dan sasaran. Kemudian
governance, sistem pengelolaan, sumber daya manusia, prasarana dan
sarana, keuangan, dan sistem informasi.
Standar
efektivitas pendidikan adalah tersedianya sejumlah masukan, proses dan
suasana yang diperlukan dalam proses pendidikan serta produk kegiatan
akademik, dan juga soal kemahasiswaan, kurikulum, sistem pembelajaran,
penelitian, publikasi, karya inovatif, pengabdian masyarakat, sistem
jaminan mutu, suasana akademik, lulusan dan mutu program studi.
Di
sisi lain PTN/PTS terlena dengan rutinitas membimbing mahasiswa
menyelesaikan skripsi, tesis, dan desertasi. Akhirnya lupa berkontribusi
dalam industri kreatif untuk mengembangkan berbagai program penelitian
untuk melihat potensi keunggulan produk lokal, mencoba mengeksplorasi
keunggulan kompetitif yang dimiliki oleh produsen lokal. Seharusnya
kalangan PTN/PTS secara berkelanjutan melakukan kajian ilmiah yang
nantinya menjadi output dari keunggulan kompetitif yang dimiliki sumber
daya manusia Indonesia.
Pihak
PTN/PTS harus membuat forum ilmiah dan presentasi hasil penelitian yang
dilakukan oleh mahasiswa ataupun dosennya, akan mendatangkan kontribusi
terhadap peningkatan keunggulan produk lokal. Dengan memiliki
penerbitan jurnal hasil penelitian kompetitif, maka kita dapat
mengetahui kekayaan produk lokal yang memiliki keunggulan kompetitif.
Kemudian yang perlu menjadi perhatian, unsur komersialisasi harus
dijauhkan dari pengelolaan PTN/PTS Indonesia, karena perguruan tinggi
harus dikelola sebagai usaha nirlaba (UU. No. 12 Tahun 2012 tentang
Perguruan Tinggi.
Perguruan
tinggi sebagai organisasi memerlukan leadership dan manajemen. Pada
dasarnya leadership dan manajemen yang dibutuhkan perguruan tinggi tidak
jauh berbeda dengan leadership dan manajemen pada umumnya. Leadership
dan manajemen perguruan tinggi difokuskan pada tri dharma perguruan
tinggi yaitu pendidikan - pengajaran, penelitian (riset) dan pengabdian
pada masyarakat.
Dalam
rangka mewujudkan tujuan ini, seorang pemimpin harus memiliki skill
yang akan membantunya dalam menjalan kegiatan perguruan tinggi. Ada
beberapa skill yang harus dimiliki oleh seorang yang memimpin perguruan
tinggi, di antaranya : awareness (kesadaran diri), attempting
(berusaha), shaping (membentuk), tuning (berubah) dan mastery
(menguasai) – (Syahrizal Abbas, 2009).
Memperbaiki Kualitas SDM
Indeks
Pembangunan Manusia Indonesia pada tahun 2011, peringkat Indonesia pada
posisi 111 dari 182 negara. Indonesia berada di bawah negara Malaysia,
Thailand, dan Filipina. Indeks pembangunan Manusia merupakan cerminan
kualitas sumber daya manusia.
Menurut
Manerep Pasaribu (2013), ada beberapa cara yang dilakukan untuk membuat
manusia (sebagai aset perusahaan) agar dapat menghasilkan nilai tambah
bagi organisasi, maka perlu ditingkatkan kemampuan sumber daya manusia
secara terus – menerus dengan belajar sepanjang hidup (the ability to
learn continuously throughout life).
Bagi
orang yang melakukan hal itu akan selalu ada celah dan ruang untuk
terus menerus memekarkan potensi dan merajut keterampilan. Mereka ini
adalah komunitas yang profesional (knowledge workers) yang dapat
diperoleh lebih cepat melalui implementasi knowledge management dalam
organisasi.
Paradigma Kualitas
Menurut
Poter (dalam Claudia dan Mihaela, 2009), nilai produk atau jasa di era
globalisasi ini tidak lagi ditentukan oleh bahan baku atau sistem
produksi seperti pada era industri, tetapi pada pemanfaatan kreativitas
dan inovasi. Produk yang dianggap bernilai adalah produk baru, memiliki
ciri khas dan nilai tambah.
Keunggulan
inilah yang menjadi isu kritis di Indonesia, yaitu mengubah daya
saingnya yang selama ini mengandalkan sumber daya alam yang melimpah
(comparative advantage) menjadi produk yang bernilai ekonomis tinggi
(competitive advantage).
Seorang
praktisi dalam quality management system, environmental management
system, occupational health and safety, Pasti Ay Ginting (2008),
menuliskan dalam bukunya World Class Quality Management – Bisnis Yang
Bersih Menuju Manajemen Kualitas Kelas Dunia, bahwa paradigma tentang
kualitas telah berubah dari waktu ke waktu.
Perubahan
ini disebabkan oleh cara pandang para pelaku bisnis yang memengaruhi
langsung paradigma dari masyarakat luas yang memberi dampak perubahan
yang sangat signifikan dalam manajemen kualitas (quality management)
selama kurun waktu dua puluh tahun terakhir ini.
Suatu
ketika, kualitas diartikan sebagai memenuhi kepuasan pelanggan karena
dapat memenuhi persyaratan serta keinginan dan harapan pelanggan (fit
for use).
Namun,
dalam era kompetisi global yang sedang terjadi saat ini, maka istilah
kualitas telah semakin luas tidak hanya fungsi harga dan ketepatan waktu
penyerahan, tetapi juga dihubungkan dengan hal lain seperti :
efisiensi, ramah lingkungan, umur produk yang lebih lama dan sebagainya.
Pasti Ay Ginting pernah mengatakan kepada penulis : “Quality Never
Die”!
sumber : http://www.waspadamedan.com