Monday 31 December 2012

Menuntut Balasan Disetiap Amal Perbuatan

"Bagaimana kamu akan minta upah terhadap suatu amal, padahal Dia (Allah) yang menyedekahkan amal itu. atau bagaimana kamu minta balasan atas suatu keikhlasan, padahal Allah sendiri yang memberi hidangan kehikhlasan itu kepadamu"

Seseorang yang berbuat sesuatu, dimana dengan perbuatannya itu ia dapat memberi keuntungan atau dapat menghindarkan seseorang dari kemadhorotan, maka ia di perbolehkan untuk menuntut upah dari padanya.
Akan tetapi terhadap amal perbuatan yang ditujukan kepada Allah, maka ia sama sekali tidak diperbolehkan untuk menuntut balasan dari padanya. Sebab bagaimanapun besarnya amal yang dilakukan seseorang, hal itu tidak akan dapat mendatangkan manfaat sedikitpun kepada Allah, melainkan akan kembali kepada dirinya sendiri. 

Selain itu, seseorang tidak akan dapat melakukan sesuatu kecuali dengan pertolongan Allah. Lalu dengan demikian apakah masuk akal kalau ia kemudian meminta balasan atau upah dari-Nya? Seseorang yang berakal dan waras otaknya, tentu dengan tegas akan menjawab "tidak". Allah berfirman dalam Al-Qur'an Surat Faathir ayat 15, yang artinya : "Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah, dan Allah Dialah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi terpuji"

Jadi jelaslah sekarang, bahwa Allah sama sekali tidak membutuhkan amal-amal hambaNya, melainkan hambanya itu sendirilah yang butuh untuk melakukan amal-amal soleh, karena amal-amal soleh itu ibarat santapan rokhani bagi dirinya yang dapat menentramkan hati dan pikirannya dari segala macam kerisauan dunia dan dapat pula menghilangkan kekhawatiran terhadap kesengsaraan hidup di akhirat. 
Selain itu, menuntut upah atau balasan dari amal yang diperbuat adalah menunjukkabn bahwa amal yang dikerjakannya itu tidak disertai dengan rasa ikhlas. Dan suatu amal yang tidak disertai rasa ikhlas di dalamnya, maka tertoloklah amal itu. 

Sehubungan dengan hal ini, Al-Wasithi pernah mengatakan "Menuntut ganti atau upah atas amal ketaatan itu merupakan kelalaian akan karunia Allah".

Juga Abu Abas bin Athoillah pernah mengatakan : "Amal yang lebih dekat kepada murka Allah adalah apabila seseorang melihat dirinya sendiri dari amal perbuatannya. Dan yang lebih berat dari itu adalah menuntut upah (balasan) dari amal yang dikerjakannya itu"

dikutip dari buku Hakekat Ma'rifat, Hal.137-138
Penerbit Bintang Usaha Jaya, Surabaya