Penentuan Awal dan Akhir Ramadhan dapat dilakukan melalui salah satu dari
tiga cara dibawah ini
1. Rukyatul Hilal (melihat bulan sabit)
2. Menyempurnakan bulan Sya’ban menjadi tiga
puluh hari
3. Memperkirakan bulan sabit
A.
Rukyatul Hilal (melihat bulan Sabit)
Yaitu melihat hilal (bulan baru/sabit) setelah akhir ijtima’ (konjungsi)
dan setelah wujud/muncul diatas ufuk pada akhir bulan dengan mata telanjang
atau melalui alat. Cara ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, yang artinya :
“Janganlah berpuasa (Ramadhan) sehingga kalian melihat hilal dan janganlah berhari raya sehingga kalian melihat hilal” (HR Bukhori Muslim)
Hadits lain menegaskan bahwa cara menentukan awal Ramadhan adalah dengan
melihat bulan sabit.
“Berpuasalah jika telah melihat hilal dan berhari rayalah bila telah melihat hilal” (HR. Bukhori Muslim).
Cara ini Merupakan cara yang paling mudah dan dapat dilakukan oleh semua
orang sepanjang yang bersangkutan tidak termasuk cacar penglihatan. Hal ini
sangat sesuai dengan kondisi ummat pada awal keislaman dimana mayoritas kaum
muslimin pada waktu itu masih banyak yang belum bisa baca dan tulis.
Jumhur ulama mencukupkan bahwa hasil rukyat yang dilakukan seorang muslim
yang dapat dipercaya dan tidak cacat dalam agamanya (adil) dapat dijadikan
sebagai landasan untuk memutuskan tentang awal bulan Ramadhan. Hal itu
berdasarkan agamanya (adil) dapat dijadikan sebagai landasan untuk memutuskan
tentang awal bulan Ramadhan. Hal itu berdasarkan hadits Ibnu Umar dia berkata
bahwa “ketika semua orang sedang memantau awal bulan maka sayalah yang
melihatnya, lalu saya lapor kepada Nabi kemudian Rasulullah SAW berpuasa dan
menyuruh seluruh kaum muslimin untuk berpuasa” (HR. Abu Dawud, al-Baihaqi dan
ad-Daruquthni).
B.
Menyempurnakan Bulan Sya’ban Menjadi 30
Hari
Ketika pada perukyat tidak berhasil melihat hilal pada tanggal 29 bulan
Sya’ban baik keadaan langit berawan, mendung atau cerah, maka cara menentukan
awal bulan Ramadhan dalam keadaan seperti ini adalah menjadikan bilangan bulan
Sya’ban menjadi tiga puluh. Pandangan ini didasarkan kepada Sabda Nabi, dari
Abu Hurairah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda yang artinya :
“berpuasalah jika telah
melihat hilal dan berhari rayalah bila telah melihat hilal, apabila terhalang
oleh mendung maka sempurnakanlah bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari” (HR Bukhori Muslim)
C.
Memperkirakan Bulan Sabit
Rasulullah SAW bersabda, yang artinya :
“Janganlah berpuasa (Ramadhan) sehingga kalian melihat hilal dan janganlah berhari raya sehingga kalian melihat hilal, apabila terhalang olehmu mendung maka perkirakanlah” (HR. Bukhori dan Muslim)
Sebagian ulama, seperti : Muthrif bin Abdullah, Abul Abbad bin Suraij dan
Ibnu Qutaibah berpendapat bahwa maksud faqdurullah adalah perkirakanlah bulan
sesuai dengan menzilahnya (posisi orbitnya).
Abdul Abbas Ibnu Siraj dari kalangan ulama Syafi’iyyah, mengatakan bahwa
orang yang mengetahui awal Ramadhan melalui ilmu falaqnya, maka dia wajib
berpuasa. (lihat al-Majmuk oleh an-Nawawi; 6/279,280
Cara ketiga untuk menentukan awal bulan mengundang perhatian lebih luas
bagi para ulama kontemporer dan ahli dengan berkembangnya ilmu falaq modern.
Sebagaimana dikutip oleh al-Qardhawi dalam risalah Ramadhan dimana sebagian
ulama besar pada abad modern ini seperti Ahmad Muhammad Syakir, Mustafa Zarqa’
berpandangan bahwa perlunya ummat Islamberalih dari cara yang sederhana menuju
cara yang lebih modern dan terukur dalam menentukan awal bulan Ramadhan yaitu
dengan berpedoman kepada ilmu falaq modern yang mana teori-teori yang dibangun
berdasarkan ilmu yang pasti dan perhitungan yang sangat teliti.
Dewan Syariah Partai Keadilan Sejahtera mengakomodir antara pendapat ulama
salaf dan para ulama kontemporer. Memanfaatkan falaq modern sebagai pendukung
melakukan rukyat hilal, dan rukyat hilal sebagai dasar utama penetapan bulan
Ramadhan dan Syawal.
Dikutip dari buku Panduan Ibadah Ramadhan, Hal. 7-9
Tim Ramadhan Provinsi Sumatera Utara Tahun 1433 H / 2012 M
Rating: 5